Bagaimanakah Seharusnya Istri Dalam Bersikap

Pernikahan & Keluarga, 12 September 2018

Pertanyaan:

Assalamualaikum Wr. Wb.

Suami saya orangnya cuek dan lebih suka menghabiskan waktu untuk melakukan kesenangannya sendirian maupun bersama teman2nya ketimbang bersama keluarga. Saat saya ingin bermesraan ataupun ingin perhatiannya, tak jarang suami menolak. Sekalipun saya menangis, dia tidak mengindahkan.Hal tersebut bertambah semakin menjadi saat ayah saya meninggal dan suami saya mendapat pekerjaan baru sehingga mengharuskannya pindah keluar kota dan pulang hanya seminggu sekali, terkadang hingga 2 Minggu baru pulang. Saya merasa sangat down setelah ayah saya meninggal, ingin rasanya suami 'merangkul' saya dan berharap dia berkata "semua akan baik-baik saja, ada aku di sisimu". Tapi semua itu hanya harapan yang tidak pernah terwujud. Suami terlalu "sibuk" dengan dunianya sendiri. Kalo saya tidak menelponnya lebih dulu, dia tidak akan menelpon kecuali ada keperluan saja, lebih dari alasan itu jarang sekali suami menelepon menanyakan kabar kami (saya dan anak). Karena berlarut larut dengan kondisi seperti itu, sehingga menyebabkan saya terjerumus dalam dosa yang sangat besar hingga tidak hanya sekali. Hingga satu waktu Alloh SWT menyadarkan saya kembali, dan saya mengakui semua dosa-dosa saya kepada suami. Suami sungguh sangat marah dan emosi, namun dia memaafkan saya. Setelah pengakuan tersebut, saya bertobat dan berusaha berubah dengan resign dan pindah ketempat suami, melakukan sebagaimana kewajiban seorang istri. Tapi sampai saat ini, saya merasa dia belum memaafkan saya seutuhnya. Sering saya ajak diskusi mengenai hubungan kami, tapi seringkali pula komitmen yang telah kami buat bersama setelah diskusi tsb tidak dia lakukan. Suami gampang sekali tersinggung dengan hal2 yang dia tidak suka dan jika sudah begitu, dia selalu mengungkit2 dosa masa lalu saya. Tapi hal itu tidak berlaku sebaliknya, saat saya marah atau berusaha menasehati dia yang baik, dia akan tetap menyalahkan saya dan mengungkit2 masa lalu saya. Yang saya sedihkan juga hingga sekarang, kenapa suami tidak sungguh2 menyadari dan menyesali serta meminta maaf bahwa dia dulu juga berdosa dengan mengabaikan keluarga dan juga melakukan banyak kesenangan yang buruk sehingga membuat istri jadi gelap mata dan terjerumus dosa, namun dia tidak juga mengakuinya dan hanya memojokkan saya.

Ingin sekali mengembalikan keutuhan keluarga, tapi kalo saya harus berjuang sendirian tanpa adanya peran dari suami, rasanya seperti sia2.. Saya sudah berusaha meminta nasehat dari kakak kandung suami, tapi saya tidak menceritakan secara detail karena takut dosa membuka permasalahan rumah tangga kami..

Jadi apa yang sebaiknya saya lakukan? Apakah saya harus bertahan demi anak, karena tidak ada rasa lagi dari suami? Ataukah kami harus berpisah/bercerai?

Mohon nasehatnya pak ustadz...

Terimakasih sebelumnya

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.



-- Dee (Sidoarjo)

Jawaban:

وعليكم السلام ورحنة الله وبركاته

Saudari Dee yang dirahmati ALLAH SWT.

Semoga badai yang sedang menyerang keluarga Anda segera reda atas Rahmat ALLAH SWT.

Dalam situasi seperti ini jangan ada saling menyalahkan. Pasangan suami istri itu seharusnya saling menguatkan ketika salah satunya sedang buat ulah, mengguncangkan keluarga. Karena hakikat keluarga sakinah itu bukan keluarga  tanpa masalah akan tetapi keluarga yang tetap tenang  meskipun ada guncangan masalah.

Tetap saja konsep terbaik adalah Anda harus lebih dahulu menunjukkan sikap, perhatian, kesetiaan dan pelayanan yang terbaik kepada suami. Jangan bersikap menunggu suami berubah terlebih dahulu. Lakukan hal ini seikhlas mungkin. Sebagaimana firman ALLAH SWT:

   ÙÙŽØ§Ø³Ù’تَبِقُوا الْخَيْرَاتِ  

"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan". QS. Al Baqarah 148

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan ) Allâh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. [asy-Syûrâ/42:40]


Juga sabda RasuluLLLAH saw;

 Ø¹ÙŽÙ†Ù’ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «Ù„َا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ ÙÙŽÙˆÙ’Ù‚ÙŽ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ ÙÙŽÙŠÙØ¹Ù’رِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ))
 
“Dari Abî Ayûb al-Anshâriy, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ‘bersabda; ‘Tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam di mana keduanya bertemu lalu yang ini berpaling dan yang itu berpaling. Yang terbaik di antara keduanya ialah orang yang memulai  perdamaian’. “(HR. Muslim, Hadits No. 2560)

Semoga dengan ketulusan dan kesabaran anda memulai menjadi istri yang baik bagi suami. ALLAH meluluhkan hati suami anda dan beliau tidak ingin tertinggal dari Anda dalam kebaikan dalam rumah tangga Anda.

WaLLAHU a'lam

 



-- Selamet Junaidi