Assalamuallaikum, saya seorang suami yang mempunyai istri yang sama sama kerja usaha sendiri berjualan di sebuah toko swalayan.dari pertama berumah tangga rupanya rumah tangga keluarga istri sudah banyak masalah seperti pemalsuan uang perjudian yang dilakukan oleh bapak istri saya tersebut,sampai semua harta warisannya keluarga istri saya habis.dari awal masalah tersebut selalu saja istri saya yang ikut campur menangani penyelesaiannya masalah2 keluarga istri sampai kami sekarang menikah.dengan banyaknya masalah tersebut banyak utang keluarga istri yang akhirnya istri ikut terlibat juga untuk menyelesaikannya,akhirnya istri bukak usaha di tempat kita usaha juga pada awalya diam2 untuk membantuenyelesaikan masalah utang2 ortu istri padahal saya keberatan karna masalah2 itu2 saja dari dulu,ortu istri jg tidak tobat2,keuangan keluarga sendiri juga kacau banyak tangungan,tapi istri tetep nekat,diperjalanan usaha awal mempengarui usaha keluarga kami seperti laporan keuagan yang seharusnya masuk keusaha kami diselewengkan untuk nomboki usaha istri.sampai beberapa bulan usaha ganti2 sampai usaha tersebut akhirnya jalan.dan istri stlah usaha itu jalan ngomong alasankalau usaha tersebut untuk membiayai ibunya buat umroh,saya apa yang saya harus lakukan?salahkah klo setiap saya liat usaha tersebut saja saya jadi mangkel,dan jadi perasaan gak plong sama istri,apa salah perasaan saya tersebut????
Terimakasih sebelumnya Ustad,Waallaikumsallam
Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.
Dalam lembaga keluarga ada aturan yang harus dipegang dan dijalankan oleh semua anggota keluarga agar rumah menjadi surga bagi penghuninya. Setiap anggota keluarga memiliki kewajiban dan hak yang harus ditunaikan dan diberikan. Bila kewajiban dan hak ini dilanggar maka akan terjadi masalah yang besar dan merusak lebaga keluarga itu. Suami sebagai kepala keluarga bertanggung jawab kepada keluarganya dan kewajiban memenuhi nafkah keluarganya. Istri berkewajiban menunaikan kewajiban kerumah tanggaan, dan anak - anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Rasulullah saw bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semua anggota keluarga harus mengikuti perintah dan aturan kepala rumah tangga, jika tidak maka keluarga itu seperti kapal dengan banyak nahkoda. Masing akan melakukan sesuatu berdasakan kemauannya sendiri. Disinilah pentingnya pemimpin keluarga bertindak tegas terhadap segala penyelengan yang terjadi dalam keluarga itu.
Untuk menjawab persoalan yang Anda ajukan, ada beberapa poin yang harus diketahui:
Seorang istri wajib mentaati perintah suaminya. Ketaatan seorang istri kepada suaminya lebih diutamakan daripada ketaatannya kepada orang tuanya. Rasulullah bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HRTirmidzi)
Ummul mukminin Aisyah ra meriwayatkan:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الْمَرْأَةِ؟ قَالَ: «زَوْجُهَا» قُلْتُ: فَأَيُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقًّا عَلَى الرَّجُلِ؟ قَالَ: «أُمُّهُ»
Aku bertanya kepada Nabi saw siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan oleh seorang wanita? Maka Nabi saw menjawab: Suaminya. Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha kembali bertanya: lalu Siapakah orang yang paling besar haknya untuk ditunaikan seorang laki-laki? Nabi saw menjawab: Ibunya. (HR. An-Nasa’i)
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Berikut tahapan menhadapi istri yang nusyuz: