Kata "Kami" (Alloh) Dan Pengetahuan Malaikat

Al-Qur'an, 9 April 2010

Pertanyaan:

Assalamualaikum.
Ustadz, saya mau tanya tentang kata "Kami" dalam AlQuran. Mengapa Alloh menggunakan kata "Kami" dalam banyak tempat?
Kedua, mengapa malaikat tahu bahwa saat Nabi Adam akan diciptakan, malaikat mengatakan bahwa mahluk seperti itu akan menimbulkan kerusakan di muka bumi?
Atas jawabannya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum.

-- Sutrisno Harun (Subang, Jawa Barat)

Jawaban:

Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu 'alaa Rasulillah, amma ba'du:

Mengawali jawaban atas pertanyaan pertama, kami justru ingin balik bertanya, mengapa Anda tanyakan pertanyaan itu? Memang ada apa dengan "KAMI"? Apa ada yang salah? Karena jawaban atas pertanyaan seperti itu bisa sangat sederhana sekali, misalnya dengan mengatakan: Hal itu adalah karena Allah dengan hikmah-Nya telah menggunakan salah satu bahasa manusia, untuk firman-Nya, yang dalam hal ini adalah bahasa Arab. Maka otomatis DIA memakai kata-kata dan kalimat-kalimat yang biasa digunakan dalam bahasa itu, agar bisa dipahami dan dimengerti oleh manusia sebagai sasaran penerima firman-Nya.

Dan kata "KAMI" hanyalah terjemahan dari kata "NAHNU" dalam bahasa Arab. Dimana dalam pemakaiannya bisa digunakan dengan dua arti: KITA dan KAMI. Sedangkan kata "NAHNU" dengan arti KAMI bisa digunakan untuk lebih dari seorang, sebagaimana bisa juga digunakan untuk seorang saja. Seperti misalnya seorang penulis buku, dalam membahasakan dirinya tidak jarang ia menggunakan kata "kami" disamping "saya" atau  "aku". Begitu pula para ulama dalam fatwa-fatwa mereka, dimana seorang di antara mereka tidak jarang menggunakan kata "kami" yang juga ditujukan untuk dirinya sendiri. Misalnya saja seorang imam atau ulama, tentang hukum masalah tertentu, biasa mengatakan begini: "Hal ini atau masalah ini menurut pendapat kami adalah mubah, atau sunnah, atau wajib, dan seterusnya". Dan mungkin yang hampir selalu menggunakan kata "kami" dengan maksud diri yang bersangkutan sendiri  adalah dari kalangan para kepala negara khususnya para raja, dalam pidato-pidato mereka, instruksi-instruksi mereka, terutama dalam perintah-perintah dan keputusan-keputusan resmi mereka. Nah begitulah pemakaian kata "NAHNU" dengan arti: KAMI, dalam bahasa Arab maupun Indonesia yang berlaku umum selama ini.

Jadi sekali lagi, Allah di dalam Al-Qur'an – berdasarkan hikmah-Nya – telah memilih salah satu bahasa manusia, yakni bahasa Arab, untuk menyampaikan firman-firman-Nya. Dan karena yang dipakai adalah bahasa manusia, maka tentu sangatlah logis jika kata-kata dan kalimat-kalimat yang dipilih dan digunakanpun, adalah kata-kata dan kalimat-kalimat yang biasa digunakan dan bisa dipahami dalam bahasa manusia oleh manusia, termasuk kata "NAHNU" (KAMI) tersebut. Wallahu a'lam.

Adapun tentang pertanyaan kedua, mengapa para malaikat ’alaihimussalam terkesan telah tahu, saat itu, bahwa makhluk jenis manusia yang hendak Allah cipta sebagai ”khalifah” di muka bumi, akan membuat kerusakan dan penumpahan darah (QS. Al-Baqarah [2]: 30), maka ada beberapa kemungkinan penjelasan tentang hal itu.

Penjelasan pertama, bisa saja mereka tahu karena Allah telah memberitahukannya kepada mereka, atau mereka bisa mengetahuinya dengan ilmu khusus yang mereka miliki, hanya saja khusus hal itu tidak diceritakan kepada kita. Karena memang tidak semua hal perlu dan harus diceritakan kepada kita, apalagi tentang alam-alam ghaib, antara lain alam malaikat, yang kebanyakan masalahnya justru tersembunyi dari kita. Maka betapa banyak hal yang belum dan tidak kita ketahui tentang alam makhluk ghaib mulia dan dimuliakan yang bernama malaikat ini. Baik tentang keadaan mereka, sifat-sifat mereka, jumlah mereka, bahasa mereka, maupun ilmu mereka, dan masih banyak lagi hal lainnya. Oleh karena itu, yang sangat penting sekali diingat dan diingatkan selalu dalam hal ini adalah, janganlah kita ukur, nilai dan kiaskan keadaan mereka yang berada di alam ghaib dengan ukuran, standar dan parameter yang berlaku dan diterapkan di alam nyata manusia. Karenajelas akan beda dan beda sekali.

Kedua, atau boleh jadi itu adalah kesimpulan dan ”tebakan” mereka saja yang ternyata tepat. Dan kesimpulan serta ”tebakan” itu didasarkan pada apa yang sangat mungkin telah mereka ketahui tentang ciri-ciri dan sifat-sifat makhluk yang kemudian bernama manusia itu. Dimana ciri dan sifat itu berbeda dengan ciri dan sifat malaikat. Yakni misalnya, jika malaikat diciptakan oleh Allah hanya dengan satu sifat dan satu potensi, yakni sifat dan potensi baik saja, sehingga tidak akan ada malaikat yang membangkang, berlaku jahat dan membuat kerusakan. Maka makhluk manusia ini beda, dimana disamping dibekali potensi baik atau dalam bahasa Al-Qur’an potensi taqwa, ia juga diberi potensi dan sifat buruk serta jahat yang dibahasakan dengan potensi fujur (QS. Asy-Syams [91]: 8). Nah dengan adanya potensi fujur ini, jika telah diketahui, rasanya sangatlah mudah bagi siapapun, apalagi bagi malaikat, untuk ”menebak” dan menyimpulkan bahwa, manusia akan ada yang suka membuat kerusakan, menumpahkan darah, dan prilaku-prilaku jahat yang lainnya.

Dan penjelasan ketiga adalah, boleh jadi pula para malaikat mulia itu menyimpulkannya dengan mengqiaskan pada kondisi dan keadaan makhluk lain yang telah Allah ciptakan lebih dulu, dengan dua potensi yang saling berlawanan tadi, yakni makhluk jin, yang justru dari merekalah muncul makhluk jenis iblis dan syetan (QS. Al-Kahfi [18]: 50). Itulah tiga kemungkinan penjelasan, yang semoga bisa diterima, atau setidaknya bisa dipahami dan ditolerir. Wallahu a’lam.    

Demikianlah jawaban dari kami, semoga bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu a'lam. Wallahul-Muwaffiq ilaa aqwamith-thariiq, wa Huwal-Haadii ilaa sawaa-issabiil.



-- Ahmad Mudzoffar Jufri, MA