Halalkah Gaji Suami Saya?

Fiqih Muamalah, 21 Juni 2008

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum. Saya mau tanya, suami saya bekerja di asuransi kesehatan (askes). Apakah duit gaji yang diterima termasuk kategori haram? Terima kasih. Wassalamu'alaikum.

-- Novie (Jakarta)

Jawaban:

Wa'alaikumussalam wr wb,

Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi telah menjelaskan, bahwa yang akan dipertanyakan kepada setiap kita di pengadilan Allah di hari kiamat nanti perihal harta itu adalah dua hal: yaitu darimana sumbernya dan untuk apa kita gunakan ?!

Dan untuk itulah, semestinya disamping kita harus berhati-hati menggunakan harta yang telah Allah titipkan kepada kita, mestinya kita harus juga memastikan, bahwa sumber (asal) dari harta tersebut adalah baik baik dan halal.

Dan perihal asuransi, dalam dunia usaha, dikenal ada 2 macam asuransi :
1. Asuransi komersial konvensional

2. Asuransi sosial

Dalam kajian fiqh Islam, asuransi termasuk dalam kategori Fiqh Muamalat yang hukum dasarnya mubah (boleh), kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Dan sebagai rambu-rambu dasar bolehnya asuransi dalam Islam adalah apabila asuransi tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Bersifat sosial

2. Terbebas dari unsur riba

3. Terbebas dari unsur judi

4. Terbebas dari unsur penipuan

5. Terbebas dari unsur zhalim

6. Terbebas dari unsur ketidakpastian

7. Modalnya diinvestasikan pada bidang usaha yang halal

Dari penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa asuransi komersial konvensional hukumnya haram, karena banyak dari asuransi tersebut sering ada unsur berikut :

1. Adanya unsur riba, yaitu dengan adanya kelebihan penerimaan jumlah santunan atas pembayaran premi yang bukan dari investasi halal.

2. Adanya unsur judi, yaitu dengan adanya sifat untung-untungan bagi tertanggung yang menerima jumlah tanggungan yang lebih besar daripada premi, atau sebaliknya penanggung akan menerima keuntungan jika pada masa pertanggungan tidak terjadi peristiwa yang telah ditentukan dalam perjanjian dan premi yang terbayarkan tidak dapat dimanfaatkan oleh pemegang polis / tertanggung bila membutuhkan.

3. Adanya unsur ketidakjelasan, yaitu dengan adanya ketidakpastian apa yang akan diperoleh si tertanggung dan dari mana asalnya, sebagai akibat dari apa yang belum terjadi.

4. Adanya unsur penzhaliman/penipuan, yang terdapat pada hangusnya premi yang disetor karena tidak dapat melanjutkan pembayaran premi, atau pihak perusahaan berusaha untuk mengelak dari klaim tertanggung, atau sebaliknya tertanggung merekayasa kerugian untuk menuntut klaim dan pembayaran santunan yang lebih besar.

Mohon maaf, kami tidak tahu persis tentang asuransi kesehatan yang ibu maksudkan. Kalau memang dalam operasionalnya terbebas dari tujuh unsur sebagaimana tersebut diatas, insya Allah boleh dan halal.

Wallahu a'lam bishowab. Wa'alaikumussalam wr. wb.



-- Agung Cahyadi, MA