Membuka Aib

Lain-lain, 22 September 2021

Pertanyaan:

Bissmillah 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Afwan ustad ana izin bertanya

Apakah Dosa orang yang membuka aib sendiri tapi tidak bermaksud membanggakan masih bisa diampuni dan bagaimana taubatnya?



-- Himmatul Aulia (Tegal)

Jawaban:

Wa alaikum salam wa rahmatullahi wabarakatuhu.

Seseorang tidak diperbolehkan membuka aib sendiri jika tidak ada maksud dan niat baik darinya. Rasulullah bersabda:

عن سالم بن عبد اللّه قال: سمعت أبا هريرة يقول سمعت رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم- يقول: كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه

Dari Salim bin Abdullah, dia berkata, Aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu’ anhu bercerita bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.” (HR. Bukhari)

Hadits diatas menjelaskan bahwa orang yang melakukan dosa secara terang-terangan tanpa sembunyi-sembunyi tidak diampuni dosanya oleh Allah (tanpa taubat). Dan termasuk golongan mujahirin (terang-terangan berbuat dosa) adalah orang yang menceritakan perbuatan dosanya kepada orang lain dengan penuh percaya diri tanpa ada rasa sungkan, malu dan tanpa merasa berdosa, sehingga dengan cerita itu, orang lain seakan-akan melihat langsung perbuatan tersebut.

Adapun orang yang menceritakan aib dan perbuatan salahnya tanpa kebanggaan tapi diniatkan untuk yang lain, maka dinilai berdasarkan niatnya. Contoh diniatkan untuk memberi pelajaran kepada orang lain, agar orang lain terhindar dari kesalahan yang sama, maka hal itu diperbolehkan. Semua tergantung pada niatnya. Rasulullah bersabda:

 
عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ِ

Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; " (HR. Bukhari)

Sebagai saran, jika tidak mendesak untuk menceritakan atau kesalahan masa lalu diri sendiri, maka tidak usah menceritakannya. Cukup dengan menyebut kata “fulan” atau lainya, tanpa menyebut sosok dirinya sebagai pelaku. Hal itu akan lebih baik. wallahu a’lam bishowab. (as)



-- Amin Syukroni, Lc