ustadz yg saya hormati,
Ustadz dulu saya pernah berzina dg seseorang dan kemudian menikah dg dia. Tp saya mungkin waktu itu sedang hamil, karena setelah akad nikah saya mengeluarkan darah seperti darah haid atau darah tanda hamil saya tidak tahu. Namun setelah itu bulan depannya saya tidak lagi haid, lalu saya mengeceknya dan hasilnya positif . 2 bulan pernikahan saya, suami pernah mengatakan cerai dan juga kalimat cerai kinayah tp tidak tahu konsekuensi hukum yg terjadi. saya meminta dia bilang rujuk untuk berjaga2. Kalau memang waktu menikah saya sedang mengandung, dan kata cerai suami saya sah, tapi sudah mengatakan rujuk apakah rujuk itu diterima atau memang tidak ada kata rujuk sama sekali maksudnya ditalak langsung cerai selama lamanya
Lalu nasab anak saya jatuh kepada siapa?
Karna setelah kejadian itu suami masih bersama saya sampai anak saya lahir
Dan nanti kalau menikah yg menjadi wali siapa?
Wassalmau'alaikum...
Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.
Menanggapi pertanyaan yang anda sampaikan. Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan:
Jika yang menikahi adalah laki-laki lain maka tidak sah, karena itu harus melakukan nikah ulang setelah anak lahir. Rasulullah saw bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر Ùلا يسقي ماءه زرع غيره
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia menuangkan air maninya pada tanaman orang lain.” (HR. Ahmad 16542)
Pernikahan wanita hamil dengan laki-laki yang menghamilinya juga sah dihadapan hukum Negara dan tidak perlu mengadakan pernikahan ulang. Hal itu tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi acuan pernikahan di Indonesia:
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut :
Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Karena pernikahan telah sah secara agama dan Negara, maka hak dan kewajiban suami dan istri berlaku atas keduanya. Suami wajib menafkahi istri dan anaknya. Istri wajib melayani suami. Dan anak yang dilahirkan nanti menjadi anak sah suami dan istri itu.
Jika anak itu dikemudian hari menikah, maka yang menjadi walinya adalah ayahnya itu.
Demikian yang bisa disampaikan dan terimakasih. Wallahu a’lam bishowab. (as)