Nasab Anak


Pertanyaan:

ustadz yg saya hormati,

Ustadz dulu saya pernah berzina dg seseorang dan kemudian menikah dg dia. Tp saya mungkin waktu itu sedang hamil, karena setelah akad nikah saya mengeluarkan darah seperti darah haid atau darah tanda hamil saya tidak tahu. Namun setelah itu bulan depannya saya tidak lagi haid, lalu saya mengeceknya dan hasilnya positif . 2 bulan pernikahan saya, suami pernah mengatakan cerai dan juga kalimat cerai kinayah tp tidak tahu konsekuensi hukum yg terjadi. saya meminta dia bilang rujuk untuk berjaga2. Kalau memang waktu menikah saya sedang mengandung, dan kata cerai suami saya sah, tapi sudah mengatakan rujuk apakah rujuk itu diterima atau memang tidak ada kata rujuk sama sekali maksudnya ditalak langsung cerai selama lamanya

Lalu nasab anak saya jatuh kepada siapa?

Karna setelah kejadian itu suami masih bersama saya sampai anak saya lahir

Dan nanti kalau menikah yg menjadi wali siapa?

Wassalmau'alaikum...

 



-- Yani Murya (Kudus)

Jawaban:

Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.

Menanggapi pertanyaan yang anda sampaikan. Ada beberapa hal yang ingin kami sampaikan:

  1. Status pernikahan. Hukum pernikahan bagi wanita hamil sah jika yang menikahi adalah lelaki yang menghamilinya. Rasulullah saw bersabda: Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”.(HR Tabarany dan Daruquthuny).

Jika yang menikahi adalah laki-laki lain maka tidak sah, karena itu harus melakukan nikah ulang setelah anak lahir. Rasulullah saw bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسقي ماءه زرع غيره

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia menuangkan air maninya pada tanaman orang lain.” (HR. Ahmad 16542)

Pernikahan wanita hamil dengan laki-laki yang menghamilinya juga sah dihadapan hukum Negara dan tidak perlu mengadakan pernikahan ulang. Hal itu tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi acuan pernikahan di Indonesia:

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut :

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.

Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Karena pernikahan telah sah secara agama dan Negara, maka hak dan kewajiban suami dan istri berlaku atas keduanya. Suami wajib menafkahi istri dan anaknya. Istri wajib melayani suami. Dan anak yang dilahirkan nanti menjadi anak sah suami dan istri itu.

Jika anak itu dikemudian hari menikah, maka yang menjadi walinya adalah ayahnya itu.

  1. Jika suami menceraikan isterinya, dia boleh merujuk istrinya manakala talaknya talak raj’i, bukan talak bain kubra. Ketika talak pertama dijatuhkan, maka suami berhak merujuk istrinya. Jika terjadi talak kedua, suami juga masih diperbolehkan merujuk suami. Jika terjadi talak yang ketiga, maka suami tidak boleh merujuk istrinya, kecuali mantan isterinya itu telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian terjadi perceraian.

Demikian yang bisa disampaikan dan terimakasih. Wallahu a’lam bishowab. (as)



-- Amin Syukroni, Lc