Assalamualaykum, Ustadz.
Kami 5 bersaudara laki laki semua, dan saya anak terakhir. Kami semua tinggal di rumah orang tua kami yang cukup besar dan luas. rumah tersebut atas nama ayah kami. saat ayah kami sakit keras, rumah tersebut dibalik nama ke kakak saya yang pertama atas permintaan ayah kami. saya mengira itu hanya untuk mempermudah administrasi saja. tidak lama setelah itu ayah kami meninggal dunia. kami masih tinggal bersama di rumah tersebut bersama ibu kami. beberapa tahun kemudian ibu kami juga meninggal dunia. tidak lama setelah itu kami berlima berkumpul untuk membicarakan tentang warisan rumah tempat kami tinggal bersama. ternyata kakak pertama mengaku rumah tersebut bukan termasuk warisan karena ayah kami sudah menghibahkan secara lisan kepadanya, dan sebagai bukti yaitu sertifikat SHM rumah ayah kami yang sudah atas nama kakak pertama. kami adik adiknya kaget karena baru tahu sudah dihibahkan ke kakak pertama kami. padahal selama ini kami bersama-sama ikut urun memberi tenaga dan biaya untuk merawat rumah tersebut karena merasa masih rumah bersama, ternyata rumah yang kami rawat milik kakak pertama kami.
tidak lama setelah itu kami adik adiknya diusir dari rumah itu karena ternyata kakak pertama kami sudah menjualnya, namun kami boleh mengambil barang/perabot peninggalan orang tua kami. Hasil penjualan rumah 5 milyar dan kami adik adiknya tidak diberi bagian.
Menurut hukum Islam, apakah benar kakak pertama kami adalah satu-satunya yang berhak atas rumah tersebut?
Mohon penjelasannya Ustadz. Terima kasih.
Wa'alaikumussalaam wrwb.
Hibah harus memenuhi apa yang diatur dalam Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”), bahwa hibah merupakan pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang-barang bergerak (dengan akta Notaris) maupun barang tidak bergerak (dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah – “PPAT”) pada saat pemberi hibah masih hidup.
Namun kebebasan selalu dibatasi dengan hak pihak lain. Di dalam harta pemberi hibah, terdapat hak bagian mutlak (legitieme portie) anak sebagai ahli warisnya dan hak ini dilindungi undang-undang. Dalam hukum kewarisan Islam, pemberian hibah untuk orang lain juga dibatasi yaitu yaitu harus adil. Jadi, jika memang hibah melanggar hak anak, maka anak dapat menggugat pemberian hibah. Namun jika anak tidak mempermasalahkan, maka hibah tetap bisa dilaksanakan.
Ketidaksetujuan anak bisa jadi karena ada kekhawatiran berkurangnya harta warisan yang akan mereka dapatkan atau bisa jadi karena anak-anak tidak senang kepada penerima hibah, segala hal bisa saja menjadi alasan pembenar.