Saya selalu was was ketika membaca tahiyat akhir dalam sholat, terkadang ketika membaca tahiyat akhir ditengah-tengah tidak ingat sampai mana bacaan saya, karna memikirkan gerakan sholat sebelumnya apakah sudah benar, tapi tetap saya lanjutkan bacaan tahiyat akhir nya yang menurut saya yakin
Assalaamu 'alaikum wrwb.
Ada kaidah dalam fiqih yang berbunyi :
لاَ يُعْتَبَرُ الشَّكُّ بَعْدَ الْفِعْلِ وَمِنْ كَثِيْرِ الشَّكِّ
"Rasa ragu setelah melakukan perbuatan dan rasa ragu dari orang yang sering ragu itu tidak dianggap"
Secara umum, kaidah ini menjelaskan tentang orang yang mengalami keragu-raguan dalam suatu amalan. Jika rasa ragu itu muncul setelah melakukan suatu amalan, maka rasa itu tidak perlu dihiraukan , dalam arti tidak berdampak hukum. Demikian pula, jika rasa ragu itu muncul dari orang yang sering ragu.
Jadi, rasa ragu itu bisa muncul dari dua tipe orang. Pertama, dari orang yang sering ragu. Kedua, dari orang yang keraguannya biasa (normal).
Rasa ragu dari tipe orang pertama, tidak perlu dianggap, karena menurutkan rasa ragu dalam kondisi seperti itu akan menimbulkan kesusahan dan kesulitan yang berat baginya, serta termasuk takalluf (memaksa diri memikulkan beban yang ia tidak mampu). Bahkan orang seperti ini rasa ragunya perlu diobati dengan cara tidak memperdulikan rasa ragu yang muncul dan memantapkan hati saat beramal. Keraguan orang semacam ini tidak dianggap, maksudnya, tidak ada konsekuensi hukumnya.
Rasa ragu dari tipe orang kedua adalah apabila keraguan itu muncul dari orang yang keraguannya normal. Keraguan jenis ini tidak lepas dari dua keadaan. Pertama, rasa itu muncul saat sedang melaksanakan amalan. Kedua, rasa itu muncul setelah beramal.
Jika keraguan itu muncul setelah beramal maka ia tidak dianggap. Karena hukum asalnya, jika seseorang telah usai mengerjakan suatu amalan berarti amalan itu telah dilaksanakan secara sempurna. Keraguan yang muncul setelah beramal hanya sekedar bisikan syetan. Obat dari rasa ragu jenis ini ialah tidak memperdulikannya.
Adapun jika keraguan itu muncul di tengah-tengah saat beramal, atau akan melaksanakan ibadah, maka ketika itu keraguannya dianggap. Karena jika seseorang ragu, apakah ia sudah mengerjakan ibadah atau belum, maka hukum asalnya ia belum mengerjakannya.
Jadi, rasa ragu itu tidak dipedulikan dalam dua keadaan dan diperhitungkan dalam satu keadaan. Jika rasa ragu itu muncul dari orang yang sering ragu, maka itu tidak dianggap secara mutlak, baik munculnya saat pelaksanaan ibadah maupun setelahnya. Juga tidak dianggap, jika muncul dari orang yang normal namun munculnya setelah selesai beramal.
Dari penjelasan diatas dan dari apa yang anda alami, maka bisa disimpulkan, bahwa keraguan anda tersebut tidak perlu dihiraukan, apalagi anda menyatakan bahwa anda yakin
Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya. Wallahu a'lam bishshawaab
Wassalaamu 'alaikum wrwb.