Bagaimana hukum Jima' menggunakan celana dalam saat istri haid, namun farjinya tidak menyentuh secara langsung dan keduanya mungkin sama-sama puas?
Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.
Suami dan isteri dilarang melakukan hubungan badan ketika isteri sedang haid. Berhubungan badan seperti layaknya ketika tidak sedang haid. Yaitu memasukkan dzakar ke farj. Seperti masuknya pena kedalam tempat tinta. Allah swt berfirman:
وَيَسْأَلÙونَكَ عَن٠الْمَØÙيض٠قÙلْ Ù‡ÙÙˆÙŽ أَذًى ÙَاعْتَزÙÙ„Ùوا Ø§Ù„Ù†Ù‘ÙØ³ÙŽØ§Ø¡ÙŽ ÙÙÙŠ الْمَØÙيض٠وَلَا تَقْرَبÙوهÙنَّ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ·Ù’Ù‡ÙØ±Ù’Ù†ÙŽ ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ تَطَهَّرْنَ ÙَأْتÙوهÙنَّ Ù…Ùنْ ØÙŽÙŠÙ’ث٠أَمَرَكÙم٠اللَّه٠إÙنَّ اللَّهَ ÙŠÙØÙØ¨Ù‘٠التَّوَّابÙينَ ÙˆÙŽÙŠÙØÙØ¨Ù‘Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØªÙŽØ·ÙŽÙ‡Ù‘ÙØ±Ùينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
Jika suami-isteri
Boleh bercumbu dengan wanita haidh selama tidak melakukan jima’ di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,
اصْنَعÙوا ÙƒÙلَّ شَىْء٠إÙلاَّ النّÙكَاØÙŽ
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haidh) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim no. 302)
Jika suami isteri bercumbu dalam keadaan haid hendaknya isteri menutupi dirinya dengan sarung atau sesuatu yang lain untuk menutupi tempat keluarnya haid.
عَنْ Ø¹ÙŽØ§Ø¦ÙØ´ÙŽØ©ÙŽ Ù‚ÙŽØ§Ù„ÙŽØªÙ’ كَانَتْ Ø¥ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ù†ÙŽØ§ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ كَانَتْ ØÙŽØ§Ø¦Ùضًا ØŒ Ùَأَرَادَ رَسÙول٠اللَّه٠– صلى الله عليه وسلم – أَنْ ÙŠÙØ¨ÙŽØ§Ø´Ùرَهَا ØŒ أَمَرَهَا أَنْ ØªÙŽØªÙ‘ÙŽØ²ÙØ±ÙŽ ÙÙÙ‰ Ùَوْر٠ØÙŽÙŠÙ’ضَتÙهَا Ø«Ùمَّ ÙŠÙØ¨ÙŽØ§Ø´ÙرÙهَا . قَالَتْ وَأَيّÙÙƒÙمْ يَمْلÙÙƒÙ Ø¥ÙØ±Ù’بَه٠كَمَا كَانَ النَّبÙىّ٠– صلى الله عليه وسلم – يَمْلÙÙƒÙ Ø¥ÙØ±Ù’بَهÙ
Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami hadidh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haidh, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293).
Dengan memperhatikan hadits Aisyah diatas dapat difahami bahwa fungsi sarung adalah menutupi tempat keluarnya haid,. Dan fungsi itu bisa digantikan dengan benda lain yang memiliki fungsi yang sama. Karena itu melakukan hubungan badan atau jima dengan memakai celana dalam yang menutupi tempat keluarnya haidz diperbolehkan. Tetapi sebaiknya tidak dilakukan, karena dikhawatirkan tidak mampu menjaga hasrat untuk berjima di farj. Wallahu a’lam bishowab. (as)