Istri Ingin Berangkat Umroh Sendiri

Haji & Umrah, 22 Agustus 2023

Pertanyaan:

Assalamualaikum,

Ustadz, dalam keluarga saya, saya menafkahi keluarga dan penghasilan istri full untuk istri. Karena itu istri bisa menabung sedangkan penghasilan saya pas untuk nafkah saja. Saat ini istri ingin berangkat umroh dan alasannya karena hanya cukup untuk satu orang, dia ingin berangkat sendiri. Apakah saya perlu ridho terhadap berangkat umrohnya istri saya? Sementara saya bahkan belum bisa menabung karena semua penghasilan saya untuk nafkah keluarga. Saya sudah berusaha menjelaskan bahwa lebih baik menunggu dan berangkat berdua akan tetapi istri masih tetap ingin berangkat. 

Saya sekeluarga dulu sudah pernah umroh sekali saat penghasilan saya masih cukup saat itu. Akan tetapi dengan seiring waktu, pandemi dll, banyak hal yang berubah. Saya merasa bahwa saat ini, menafkahi keluarga, membiayai pendidikan anak-anak adalah kewajiban utama saya di atas ibadah umroh. Akan tetapi istri beraguman bahwa umroh akan melancarkan rejeki.

Terima kasih untuk jawabannya. Waalaikumsalam.



-- Fathin (Bogor)

Jawaban:

Wa'alaikumussalaam wrwb.

Ada perbedaan antara Ulama perihal boleh atau tidaknya seorang wanita haji atau umrom tanpa mahram,

Pendapat pertama, Tidak boleh safar haji atau umroh tanpa mahram dan adanya mahram adalah syarat wajib haji atau umroh. Jika tidak ada mahram, maka tidak wajib haji dan tidak boleh umroh, walaupun harta yang dimiliki wanita sudah mencukupi untuk berhaji ataau untuk umroh. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyah.

Di antara dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا

“Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali ada mahramnya”. Maka seorang sahabat berkata: “wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji”. Nabi bersabda: “temanilah istrimu berhaji” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits ini, Nabi mengurungkan seorang sahabat Nabi yang ingin berjihad demi untuk menemani istrinya yang akan berhaji. Dan hukum jihad tidak lepas dari wajib atau sunnah. Dan tidak mungkin perkara yang wajib digugurkan dengan sesuatu yang mubah. Dan jika jihad tersebut sunnah, maka juga tidak mungkin jihad yang merupakan ibadah yang agung dan paling utama digugurkan demi perkara mubah. Ini menunjukkan wajibnya wanita ditemani mahramnya ketika berhaji.

Pendapat kedua, Boleh wanita bersafar untuk haji tanpa mahram dan tidak disyaratkan adanya mahram. Dengan syarat dia ditemani oleh orang-orang yang terpercaya dan aman dari fitnah. Ini adalah pendapat ulama Syafi’iyyah, berdasarkan hadits Bukhari dimana Khalifah Umroh pernah mengizinkan beberapa istri Nabi untuk berhaji dan memerintahkan beberapa shahabat untuk menemanunya

Pendapat ketiga, Wanita wajib ditemani mahram ketika safar untuk berhaji. Namun jika tidak ada mahram, atau mahram yang ada tidak memungkinkan untuk menemani, maka boleh bersafar tanpa mahram selama ditemani oleh orang-orang yang terpercaya dan aman dari fitnah. Ini adalah pendapat ulama Malikiyyah dan juga pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Dalil ulama yang membolehkan di antaranya hadits Adi bin Hatim radhiyallahu’anhu, ia berkata:

بينا أنا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ أتاه رجل فشكا إليه الفاقة ثم أتاه آخر فشكا قطع السبيل فقال : يا عدي هل رأيت الحيرة ؟ قلت : لم أرها وقد أنبئت عنها . قال : فإن طالت بك حياة لترين الظعينة ترتحل من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف أحدا إلا الله ، قال عدي : فرأيت الظعينة ترتحل من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف إلا الله

“Ketika aku berada bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah tentang kefakirannya, dan seorang lagi mengadu bahwa ia kehabisan bekal. Beliau lalu bersabda: “Wahai Adi, apakah kamu melihat Al-Hairah? Aku berkata: “Aku tidak melihatnya padahal telah aku cari”. Beliau lalu bersabda: “Apabila kamu panjang umur, maka kamu akan melihat seorang wanita melakukan perjalanan dari Al-Hairah sampai ia thawaf di Ka’bah, ia tidak takut apapun kecuali Allah”. ‘Adi bin Hatim berkata: “Lalu saya melihat seorang wanita berangkat dari Al-Hairah sampai ia thawaf di Ka’bah, dan ia tidak takut kecuali kepada Allah” (HR. Bukhari).

Dari beberapa pendapat tersebut, menurut kami pendapat yang paling utama adalah pendapat yang pertama, yang tidak membolehkan wanita untuk haji atau umroh tanpa adanya mahram yang menemannya, tetapi dalam perbedaan antara Ulama, tentu kita juga tetap harus menghormati pendapat yang berbeda dan tidak boleh untuk menginkarinya

Yang terakhir menurut kami, bagi wanita yang masih mempunyai mahram dan dan mau umroh tanpa mahramnya, tetap wajib atas izin mahromnya, karena dalam shalat berjamaah dimasjid saja, wanita juga harus seizin mahramnya.

Demikian, semoga Allah berkenan untuk memberikan kemudahan, taufiq dan ridho-Nya

Wallahu 'alam bishshawaab

Wassalaamu 'alaikum wrwb.





-- Agung Cahyadi, MA