Taat Pada Suami

Pernikahan & Keluarga, 10 Februari 2024

Pertanyaan:

Assalamualaikum ustad saya mau tanya tentang bagaimana konsep dari taat pada suami, katanya istri harus menaati semua perkataan suami selama tidak bertentangan dengan agama. tapi bagaimana dengan kasus saat suami menyuruh istri nya mengerjakan pekerjaan rumah (masak, cuci piring, menyapu dll), mengurus anak dan mencari uang untuk bantu" penghasilan suami yang tidak cukup untuk kehidupan rumah tangga nya. Apakah istri harus menaati semua itu dan apakah kalau istri itu menolak termasuk istri yang durhaka?



-- Falca (Balikpapan)

Jawaban:

Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.

Ketaatan istri kepada suami tidak berlaku mutlak dalam segala urusan. Ketaatan istri kepada suami dibatasi beberapa ketentuan. Antara lain:

  1. Tidak dalam perkara maksiat. Rasulullah saw bersabda:


لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam hal maksiat kepada Allah Ta’ala. (HR. Ahmad)

Ketika suami menyuruh istrinya untuk memasak, cuci piring, menyapu, mengurus anak dan lain sebagainya dalam urusan rumah tangga, maka dia harus taat. Apalagi yang dia perintahkan itu termasuk kewajiban dalam pekerjaan rumah tangga. Yaitu mengurus urusan di dalam rumah suaminya. Rasulullah saw bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun perintah suami kepada istrinya untuk bekerja agar bisa membantu ekonomi keluarga yang tidak bisa dicukupi oleh suaminya, maka perintah itu bisa diabaikan jika kebutuhan itu tidak darurat. Jika tanpa keterlibatan istri dalam mencari nafkah, kebutuhan keluarga masih tercukupi walaupun masih belum cukup. Maka boleh menolak perintah suami untuk bekerja, karena mencari nafkah adalah kewajiban suami.

  1. Membahayakan diri sendiri.

Jika perintah suami berakibat timbaulnya bahaya pada diri istri, maka perintah itu boleh ditolak, tidak ditaati. Karena manusia dilarang menjatuhkan dirinya ke jurang kebinasaan. Allah swt berfirman:

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Baqarah:195).

Demikian yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab. (as)



-- Amin Syukroni, Lc